Pemerintah menargetkan penarikan investasi asing dan dalam negeri sebesar Rp 694 triliun di tahun depan dalam program Quick Win. Nilai penanaman modal itu ditargetkan berasal dari tujuh sektor.
Demikian diungkapkan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal Edy Junaedi dalam Executive Forum bertajuk ‘Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan’ di Indonesia yang diselenggarakan Media Indonesia. Jakarta, kemarin.
“Ini merupakan suatu potensi yang kita harapkan bisa terwujud dalam satu tahun ke depan. Karena targetnya (total investasi) kita sudah tahu untuk di tahun depan itu sebesar Rp1.906 triliun.” ujarnya.
Adapun tujuh sektor tersebut adalah industri smelter di luar Pulau Jawa dengan target investasi senilai Rp 254 triliun Lalu kawasan industri hijau di luar Jawa yang ditargetkan dapat menarik investasi sebesar Rp 230 triliun. Kemudian industri pertanian (hilirisasi tebu dan bioetanol) di luar Jawa senilai Rp 83 triliun.
Selanjutnya industri ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) dan pendukungnya di Pulau Jawa dengan target investasi senilai Rp 49 triliun. Lalu industri bubur kertas dan kertas (pulp and paper) di luar Jawa senilai Rp 41 triliun. Kemudian target investasi sebesar Rp 25 triliun di luar Jawa untuk industri pendukung pertanian.
Berikutnya ialah target investasi sebesar Rp 12 triliun di luar Jawa untuk industri kawasan pelabuhan. “Jadi mayoritas berada di luar Jawa. Lalu ada Kawasan Industri Hijau, swasembada pertanian, dan ekosistem EV berada di posisi setelah smelter. Juga terdapat sektor pelabuhan yang krusial untuk logistik dan konektivitas,” jelas Edy.
Selain daftar investasi yang bakal dikejar itu, pemerintah juga telah membidik dan berupaya mengoptimalisasi penanaman modal di sektor pusat data (data center). Edy mengatakan. proyeksi kapasitas pusat data di Indonesia pada 2024 mencapai 428 Megawatt (MW).
Besaran Kapasitas itu berasal dari 316 MW kapasitas pusat data yang sudah ada dan tambahan kapasitas pusat data sebesar 112 MW. Kapasitas pusat data Indonesia juga diproyeksikan terus meroket. Pada 2027 kapasitasnya diperkirakan mencapai 1.045 MW.
Dengan potensi dan proyeksi yang menjanjikan itu. kata Edy. maka terdapat potensi investasi senilai USS 8 miliar hingga USS 10 miliar per Gigawatt (GW), setara dengan USS 8 juta hingga USS 10 juta per MW. Besaran potensi investasi itu berkisar Rp 125 triliun hingga Rp156 triliun per GW, atau Rp 125 miliar hingga Rp 156 miliar per MW.
Adapun potensi penyerapan tenaga kerja dari prakiraan tersebut mencapai 350 hingga 450 tenaga kerja per MW. “(Sebanyak) 50 tenaga kerja langsung dan 300 tenaga kerja tidak langsung. Itu khusus untuk pembangunan data center, tidak termasuk Graphic Processing Unit (GPU).” jelas Edy.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, nilai pasar kecerdasan buatan (Artificial Inteligence/AI) di Indonesia diproyeksikan mencapai USS2.40 miliar di 2024. Sementara tingkat pertumbuhan tahunannya berada di angka 28.65%. Diprakirakan nilai pasar AI Indonesia bakal menyentuh US$10.88 miliar di 2030.
Di tengah potensi-potensi itu. pemerintah turut menyadari sejumlah hal yang perlu dimitigasi. Itu mencakup faktor topologi, yaitu area tanah yang datar dan bebas dari ancaman tektonik. Lalu faktor iklim dan suhu yang mengganggu efisiensi operasional.
Berikutnya ialah faktor energi seperti listrik dan air. Kemudian faktor stabilitas dan kondusifitas keamanan. Selanjutnya ialah faktor ketersediaan tenaga kerja lokal yang mumpuni di bidangnya.
Target Terus Naik
Dalam lima tahun ke depan, pemerintah telah menargetkan investasi sebesar Rp 13.528 triliun. Target tersebut diharapkan dapat memacu geliat perekonomian hingga Indonesia berhasil mencapai Visi Indonesia Emas di 2045.
Besaran target itu secara rinci ditetapkan senilai Rpl.906 triliun di 2025 dan diharapkan mampu mendorong perekonomian tumbuh hingga 6.8%. Lalu di 2026 investasi ditargetkan mencapai Rp2.280 triliun dan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke 7.6%.
Kemudian di 2027 investasi ditargetkan mencapai Rp2.684 triliun dan diharapkan mampu mendorong perekonomian tumbuh hingga 8,3%.
Berikutnya di 2028 investasi ditargetkan menembus Rp3.116 triliun dan membawa perekonomian tumbuh ke angka 8.0%.
Sementara target investasi di 2029 ditetapkan sebesar Rp3.544 triliun dan mampu mendorong perekonomian tumbuh hingga 7,8%. “Jadi total investasi 2025-2029 Rp13.528 triliun dengan penyerapan tenaga kerja 3.4 juta jiwa. Kalau kita bandingkan target 2024-2029 ini lebih besar dari target 10 tahun Pemerintahan Pak Jokowi” kata Edy.
Realisasi Investasi Triwulan III 2024
Adapun realisasi investasi hingga triwulan III 2024. misalnya, investasi di Indonesia telah mencapai Rp1.261,43 triliun, setara 76.5% dari target investasi tahun ini yang sebesar Rpl.650 triliun. Dengan realisasi itu. sebanyak 1.875.214 tenaga kerja terserap ke dalam lapangan kerja.
Sedangkan porsi Penanaman Modal Asing (PMA) di periode itu mencapai Rp654,40 triliun, atau 51,88% dari total investasi. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 607.03 triliun, setara 48.12% dari total investasi.
Edy menambahkan, investasi di luar Pulau Jawa lebih besar ketimbang di Pulau Jawa pada periode tersebut, yakni masing-masing Rp635 triliun dan Rp626.43 triliun. Hal tersebut mengindikasikan adanya pemerataan penanaman modal yang diharapkan pula dapat mendorong pemerataan ekonomi.
“Ada suatu optimisme yang kami rasakan bahwa sekarang episentrum-episentrum baru investasi sudah mulai tumbuh di luar Jawa contoh di Maluku Utara, di Sulawesi,” jelas Edy.
“Kalau melihat statistik, pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggi di Morowali sempat mencapai 27%. Kemudian Provinsi Maluku Utara pernah mencapai 28%. Ini sebuah statistik yang berakibat pada angka investasi luar Jawa yang lebih tinggi” tambahnya.
Investasi Energi Hijau
Lebih jauh. Edy mengungkapkan, potensi investasi besar juga datang dari sektor penghilirisasian energi hijau. Dia menyebutkan, penanaman modal di sektor itu diperkirakan mampu tembus hingga US$3.6 triliun yang diproyeksikan akan terjadi hingga 2060.
‘Dari investasi hijau atau sektor hijau ini itu punya potensi investasi yang sangat besar. Hitungannya itu kalau dirupiahkan sekitar Rp50.000 triliun atau sekitar US$3.6 triliun. Memang ini sampai 2060 carbon net emission,” ujarnya.
Edy menambahkan, pemerintah terus berupaya untuk menjadikan investasi sebagai alat yang memberikan dampak pada lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat. alih-alih hanya terbatas pada angka-angka realisasi.
Semangat itu sejalan dengan tren dan kecenderungan dunia yang kian masif menyuarakan ekonomi hijau. Karenanya, pengambil kebijakan akan menjadikan kekayaan alam Indonesia untuk dioptimalisasi dan menggerakkan kemajuan ekonomi hijau dalam negeri melalui penanaman modal.
“Kita memiliki optimisme bagaimana nanti investasi ke depan bisa dihasilkan dari sektor energi hijau. Karena memang dunia ini sudah mengarahnya ke sana. Ada carbon tax. ada perjanjian-perjanjian yang sudah disepakati Paris Agreement dan lain sebagainya,” jelas Edy.
Namun dia menegaskan upaya itu tak bisa dilakukan sendirian oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi BKPM. Dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari instansi terkait lain agar kebijakan penanaman modal yang berdampak pada lingkungan itu membawa keuntungan bagi Indonesia.
Potensi Energi Hijau
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan, pasar karbon dunia berpotensi menghasilkan pendapatan Rp8.000 triliun bagi Indonesia. Indonesia yang memiliki kekayaan alam berlimpah dinilai dapat mengambil kesempatan dan mengoptimalisasi potensi tersebut.
“Indonesia memiliki posisi yang unik untuk memanfaatkan peluang dari pengembangan pasar karbon. Pasar karbon dunia itu potensinya Rp8.000 triliun,” ujar Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar dalam Executive Forum bertajuk Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan di Indonesia yang diselenggarakan Media Indonesia. Jakarta, kemarin.
Hal pertama yang mesti dilakukan pemerintah untuk mengoptimalisasi potensi tersebut adalah mengembangkan peta jalan yang komprehensif dan inklusif. Lalu meningkatkan pengakuan kredit karbon melalui instrumen seperti Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).
Kemudian pemerintah juga perlu untuk memiliki standarisasi kredit karbon yang digunakan untuk Voluntary Carbon Market (VCM). “Kita harus bisa mendorong swasta berperan dalam menghasilkan karbon untuk dijual ke market.” tutur Bobby.
Sejatinya Indonesia telah memperkenalkan Sistem Perdagangan Emisi dan Pajak Karbon. Hanya, aturan yang mestinya berlaku di 2022 diundur menjadi 2025. Padahal peluang Indonesia cukup besar dari pemajakan karbon. Tanpa aturan, maka tak ada daya tekan untuk mengurangi emisi maupun transisi energi.
Itu juga tercermin dari kebiasaan Indonesia yang sampai saat ini terbilang santai menyia-nyiakan karbon. Sampah, misalnya, menghasilkan gas metan yang 20 kali lebih destruktif dari karbondioksida. Pengolahan sampah di dalam negeri juga relatif minim. Jika pajak karbon berlaku, imbuh Bobby, akan ada beban finansial yang muncul dari sampah.
Indonesia juga sebetulnya telah meluncurkan bursa karbon, yaitu platform perdagangan karbon berbasis kepatuhan (compliance) di bawah Bursa Efek Indonesia (BEI). Per Juli 2024. terdapat 3 proyek dan 69 peserta dengan nilai transaksi karbon sebesar Rp5,9 miliar. Nilai itu dinilai masih terlalu kecil.
“Satu tahun lalu kita me-launching bursa karbon. Bursa karbon di-launching. tidak ada yang jualan karbon. Jadi kita seperti buka warung, tetapi barang dagangannya tidak ada. Itu karena peraturannya tidak lengkap,” kata Bobby. “Jadi kalau legislatif bisa menggolkan tahun depan UU EBT, kita banyak sekali potensi untuk mengejar ke sana,” tambahnya.
Lebih lanjut,dalam Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL), Indonesia akan membangun 100GW energi terbarukan hingga 15 tahun ke depan. 75% dari target itu merupakan energi baru terbarukan. Untuk mencapai itu. diperlukan investasi senilai US$100 miliar.
Dari pertemuan COP 29 di Baku. Azerbaijan, kata Bobby. Indonesia mendapatkan kesepakatan pendanaan hijau sebesar €1.2 miliar, setara Rp20.18 triliun untuk pengembangan energi bersih. Dana tersebut diperoleh Indonesia dari Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) untuk sektor ketenagalistrikan.
UU EBT
Di kesempatan yang sama. Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Sugeng Supanyoto mengungkapkan, sedianya wakil rakyat telah berinisiatif membuat dan mendorong UU EBT. Naskah akademis dan produk hukum itu bahkan telah diperkenalkan ke akademisi dan disepakati untuk segera diberlakukan.
Hanya, kata Sugeng. pengesahan UU EBT itu terhambat Pasal 29A dan Pasal 47A yang mencantumkan perihal power wheeling. Klausul tersebut memungkinkan produsen listrik dengan sumber energi terbarukan memakai jaringan transmisi milik PLN menggunakan mekanisme sewa.
“Saya komitkan Agustus lalu selesai UU EBT. Naskah akademisi sudah diputar ke seluruh Indonesia dan semua sepakat, hanya ada satu pasal yang mengganjal power wheeling. Padahal tanpa power wheeling hampir mushkil EBT bisa jalan.” terangnya.
Adapun power wheeling merupakan mekanisme yang memungkinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) menjual listrik secara langsung kepada masyarakat melalui jaringan transmisi PLN. Sugeng berharap UU EBT itu dapat disetujui dan disepakati untuk berlaku sebagai alas hukum yang mengikat.
Dia juga menambahkan, komitmen parlemen terhadap peralihan energi cukup kuat. Itu dibuktikan dengan rencana pembuatan UU mengenai minyak dan gas yang di dalamnya bakal mengamanatkan pembentukan oil and gas fund.
“Di UU itu nanti akan ada oil and gas fund, karena tanpa itu tidak mungkin bisa melakukan eksplorasi. Ini nanti sebagaimana BLU di kelapa sawit yang awalnya dibentuk untuk mendorong replanting.” terang Sugeng.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Edy Junaedi mengungkapkan, upaya untuk mendorong optimalisasi energi hijau di dalam negeri mesti melibatkan banyak pihak.
“Komitmen investasi hilirisasi itu harus bersama dengan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, juga Kementerian Perindustrian. Supaya jangan sampai nanti kebijakan-kebijakan terkait hanya menguntungkan beberapa negara tertentu, karena harus dilihatnya holistik.” jelas Edy.
Nama Media: Media Indonesia
Narasumber: Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal Edy Junaedi, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar, Waki