Pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex diklaim tak memengaruhi arus penanaman modal di sektor tekstil dan produk tekstil alias TPT di Jawa Tengah. Kondisi tersebut dipandang dapat menjadi peredam kekhawatiran pebisnis di tengah derasnya arus investasi ke provinsi ini.
Pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex diklaim tak memengaruhi arus penanaman modal di sektor tekstil dan produk tekstil alias TPT di Jawa Tengah. Kondisi tersebut dipandang dapat menjadi peredam kekhawatiran pebisnis di tengah derasnya arus investasi ke provinsi ini.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah bahkan mengungkapkan bahwa saat ini telah ada pebisnis TPT yang antre untuk membenamkan investasinya di wilayah ini.
“Saat ini itu ada 10 Penanaman Modal Dalam Negeri [PMDN] yang akan masuk ke Jawa Tengah. Mulai pengembangan baru, relokasi, empat di antaranya itu TPT,” jelas Kepala DPMPTSP Jateng Sakina Rosellasari, dikutip Rabu (30/10).
Dia menjelaskan bahwa laporan tersebut diambil dari data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang dikelola oleh Kementerian Perindustrian.
Investor tersebut, imbuhnya, saat ini tengah mengurus perizinan usaha dan dalam waktu dekat bakal mulai melakukan pengembangan ataupun kegiatan operasional usahanya.
Adapun, terkait rencana investasi dari 10 perusahaan tersebut, Sakina menjelaskan bahwa ada perusahaan yang memang tengah melakukan relokasi, pembukaan pabrik baru, serta memperluas pabriknya di Jawa Tengah.
“Ada yang dari Jabodetabek, ada yang dari Banten, ada yang dari Jawa Tengah yang berkembang,” ujarnya.
Menurutnya, fakta tersebut mematahkan anggapan bahwa TPT merupakan sunset industry yang tengah memasuki periode gelap.
Kondisi tersebut, imbuhnya, tak berlaku di Jawa Tengah yang menurutnya masih memiliki potensi yang menjanjikan pada sektor usaha TPT.
“[Untuk pilihan] lokasinya sekarang itu para pelaku usaha melihatnya infrastruktur. Jadi memang hampir semuanya yang dilalui jalan tol. Mulai dari Brebes, kemudian Pemalang, Tegal, Pekalongan, kemudian juga Batang, Kendal, Semarang. Ke bawah itu ada Salatiga, Sragen, dan Karanganyar,” jelas Sakina.
Selain sektor TPT, dia juga mengungkapkan bahwa perlahan Jawa Tengah mulai menerima investasi dari sektor usaha anyar yang lebih padat modal.
Beberapa investasi yang sudah masuk seperti pabrikan anoda, katoda, serta baterai yang kebanyakan berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA).
“Yang pasti, bagi Jawa Tengah semuanya penting. Artinya, industri padat karya dan padat modal tetap semuanya akan menjadi concern kami untuk investasi,” jelasnya.
Sebelumnya, DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah melaporkan bahwa realisasi investasi pada Kuartal III/2024 telah mencapai Rp17,94 triliun atau 82,26% dari target tahunan.
Dari jumlah tersebut, investasi PMA dan PMDN mencapai Rp51,11 triliun sementara realisasi Usaha Menengah dan Kecil (UMK) mencapai Rp14,78 triliun.
Realisasi investasi sebesar Rp17,94 triliun tersebut mampu menyerap tenaga kerja hingga 318.195 orang. Adapun jumlah penambahan proyek tercatat berada di angka 48.810 unit yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Tengah.
Sementara itu, Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana meyakini bahwa wilayah ini memiliki daya saing yang mumpuni dan masih akan terus mampu meningkatkan capaian realisasi investasinya.
“Saya mengajak para Bupati dan Wali Kota untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan promosi investasi. Sediakan fasilitas dan kemudahan, serta jelaskan insentif menarik bagi calon investor agar mereka tertarik menanamkan modalnya di sini,” jelasnya, Selasa (29/10).
Dia pun memandang bahwa Jawa Tengah memiliki beberapa keunggulan. Menurutnya, dukungan infrastruktur, tenaga kerja yang berkualitas, serta kebijakan pro investasi yang inovatif telah ikut berkontribusi dalam meningkatkan daya saing investasi di Jawa Tengah.
Dia berharap bahwa dengan capaian realisasi yang tinggi, maka pertumbuhan ekonomi dan perekonomian masyarakat juga akan meningkat.
Apalagi, pesisir pantai utara Jawa telah menjadi destinasi investasi unggulan di Jawa Tengah. Di kawasan tersebut, berdiri berbagai kawasan industri lengkap dengan infrastruktur pendukungnya.
Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), misalnya, menjadi kawasan industri pelat merah dengan fasilitas yang cukup lengkap.
“Tanah merupakan tanah matang, bukan urugan. Akses tol sangat dekat sekali, langsung ke kawasan. Bahkan, saat ini KITB sudah berproses menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),” katanya Selasa (29/10).
Sebelum KITB, Jawa Tengah juga memiliki Kawasan Industri Kendal (KIK) yang telah lebih dulu berstatus sebagai KEK.
Pada lahan seluas 1.000 hektare (ha) tersebut, kata Nana, ada proyek pembangunan Pelabuhan Kendal yang menawarkan akses transportasi yang optimal bagi pelaku industri.
Selain itu, di Kota Semarang sebagai ibu kota provinsi, ada Kawasan Industri Wijayakusuma serta Aviarna Industrial Park yang luasan lahannya berkisar di angka ratusan hektare. Begitu pula di Jatengland Industrial Park yang berlokasi di Kabupaten Demak.
PENAWARAN PROYEK
Di sisi lain, Central Java Business Investment Forum (CJIBF) 2024 yang digelar pada Selasa (29/10), juga telah berhasil mengantongi 19 proyek investasi dari 15 kabupaten dan kota di Jawa Tengah.
Belasan proyek tersebut masuk dalam kompetisi Investment Challenge yang menjadi rangkaian CJIBF.
Sakina, Kepala DPMPTSP Jateng, mengungkapkan bahwa 19 proyek tersebut bakal dikurasi untuk mencari Investment Project Ready to Offer (IPRO) terbaik.
“Melalui parameter yang sudah ditetapkan, terutama finansial,” jelasnya.
Pada tahun ini proyek investasi Rumah Sakit Hijau yang ditawarkan Pemerintah Kabupaten Semarang berhasil terpilih menjadi pemenang.
Proyek tersebut menawarkan nilai investasi sebesar Rp350 miliar dengan skema kerja sama melalui sewa lahan oleh investor.
Pemerintah Kabupaten Semarang dalam hal ini hanya menerima pemasukan dari hasil sewa lahan. Adapun proses pembangunan hingga operasional diserahkan sepenuhnya kepada investor.
Lahan seluas 3,6 hektare (ha) telah disiapkan Pemerintah Kabupaten Semarang di Kecamatan Tengaran.
Lokasinya berada di jalan utama penghubung Kota Semarang, Kota Surakarta, serta DI Yogyakarta.
Rumah sakit itu rencananya bakal memiliki kapasitas 200 tempat tidur dengan layanan kesehatan dengan aplikasi teknologi yang cerdas, hemat energi, dan hijau vegetasi.
Selain di Kabupaten Semarang, Investment Challenge dalam CJIBF 2024 juga menunjuk 2 IPRO terbaik lainnya yaitu proyek pengembangan kawasan khusus perikanan terpadu di Kabupaten Cilacap, serta proyek pengolahan sampah menjadi bahan bakar berbasis Refuse Derived Fuel (RDF) di Kabupaten Grobogan.
Sakina menjelaskan bahwa seluruh peserta Investment Challenge bakal berkesempatan untuk dipromosikan proyeknya lewat berbagai kanal yang ada.
Seperti Kantor Perwakilan Bank Indonesia di luar negeri maupun Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) di Singapura, Jepang, Australia, China, Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, serta Inggris.
“Yang kemudian tertarik itu dari best practice yang sudah ada, pelaku usaha Jepang, China, kemudian Amerika itu tertarik dengan [proyek investasi] Energi Baru Terbarukan (EBT) yang geotermal [di Kabupaten Banjarnegara],” jelas Sakina.
Nama Media:Bisnis Indonesia
Narasumber:Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, Kepala DPMPTSP Jateng Sakina Rosellasari