Investasi bakal diandalkan untuk menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Penanaman modal, baik dari asing maupun dalam negeri, ditargetkan mencapai Rp13.528 triliun pada periode 2025-2029. Besaran itu diharapkan dapat memantik pencapaian visi Indonesia Emas di 2045.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Edy Junaedi mengatakan target investasi lima tahun ke depan itu akan memberi daya gedor pada perekonomian nasional.
“Dengan penyerapan tenaga kerja 3,4 juta jiwa. Kalau kita bandingkan, target 2024-2029 ini lebih besar daripada target 10 tahun pemerintahan Pak Jokowi (Presiden ke-7 RI Joko Widodo),” ujar Edy dalam Executive Forum bertajuk Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan di Indonesia, yang diselenggarakan Media Indonesia bersama Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place, kemarin.
Forum diskusi itu dimoderatori Direktur Pemberitaan Media Indonesia Abdul Kohar. Turut hadir sebagai narasumber, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bobby Gafur Umar. Kemudian, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro.
Dikatakan Edy, target penanaman modal yang tinggi itu juga ditujukan mendorong realisasi pertumbuhan ekonomi 8% pada 2027. Sepanjang tahun anggaran tersebut, investasi ditargetkan mencapai Rp2.684 triliun.
Pemerintah pun optimistis dapat mencapainya dengan melihat realisasi investasi 2024 yang hingga triwulan III tercatat Rp1.261,43 triliun. Angka itu setara 76,5% dari target investasi sepanjang tahun ini yang sebesar Rp1.650 triliun. Selain itu, nilai investasi lebih tinggi di luar Jawa yang menunjukkan pertumbuhan lebih merata.
Investasi diarahkan menopang hilirisasi. Pemerintah telah memetakan 28 komoditas yang terbagi dalam tiga sektor untuk sasaran nilai tambah.
Dalam kaitan itu, Sugeng berharap pemerintah tidak mengabaikan industrialisasi yang bisa menyambungkan sektor hulu dan hilir. “Tekstil ada industri hilir, tapi tidak ada hulu, sekarang hancur. Demikian pertambangan, kita ada hulu, tapi tidak ada hilir, (berpotensi) hancur juga ke depan. Jadi tidak lagi sekadar hilirisasi, tetapi industrialisasi, hulu ke hilir,” ujar legislatif dari Fraksi Partai NasDem tersebut.
Transisi Energi
Mewakili pengusaha, Bobby menyebut peluang terbesar yang dimiliki saat ini adalah pada penghiliran yang terkait dengan transisi energi. Ia mencontohkan pemanfaatan minyak sawit mentah (CPO).
“CPO kita sekarang sekitar 50 juta ton lebih dan dipakai untuk biodiesel sekitar 12 juta ton. Sekitar 12 juta ton konsumsi/makanan, dan sekitar 10 juta ton kita masih punya begitu banyak produksi CPO yang bisa kita lakukan hilirisasi dari sini,” tutur Bobby.
Di sisi lain, Komaidi mengingatkan agar berhati-hati memetakan langkah transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT). “Khawatirnya, kita sudah jumping ke EBT, meninggalkan fosil, tapi dunia masih begitu-begitu saja. Nanti kita jadi market juga,” tandasnya.
Nama Media: Media Indonesia
Narasumber: Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Edy Junaedi, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kamar Dagang dan Industri (Kad